Ternyata, setelah beberapa tahun
berkendara motor sendiri, saya tidak luput juga menjadi pelanggar lalu lintas. Ya, apa lagi istilahnya kalau bukan ‘tilang’ a.k.a tindakan pelanggaran. Hingga
akhirnya, pagi tadi, saya menghadiri acara yang bertempat di pengadilan negeri
sidoarjo (depan perpusda sidoarjo). Dulu saya hanya membayangkan ketika bermain di perpusda dan bertanya-tanya tentang bagaimana sih isi dari gedung di
seberang jalan itu. Nampaknya rasa penasaran tersebut terjawab sudah beberapa tahun kemudian hehehe..
Nah, salah satu acara yang diadakan di
pengadilan negeri ini adalah acara penarikan denda pengendara bermotor yang
melanggar pasal-pasal berlalu lintas. Seperti yang saya alami tadi pagi. Wuih luar
biasa banyak warga Negara ini yang melanggar. Secara pasti, saya tidak tahu berapa
ratus/ribu warga yang akan menjalani sidang tilang hari ini. Namun yang jelas,
saat saya melangkahkan kaki memasuki pelataran pengadilan, para
pelanggar sudah berkerumun dan (dengan lebay-nya) saya ga pede untuk mampu berdiri lama tanpa pingsan di tengah antrian. Tapi STNK tetap harus dijemput bukan?? :D Okeh... saatnya berbaur dan mengamati sekitar, sepertinya banyak celotehan dan humor menarik dalam kegiatan mengantri kali ini.
“aku gak tau kenek tilang jek kaet iki”
“podo, tapi nek ga kenek yo ga
ero. Cek tau pengalaman”“aku gak tau kenek tilang jek kaet iki”
“iki nggone anakku. Lha anakku sek nem belas taun eh. Mosok de’e sing sidang”
“iki pertama kaline lho aku kenek tilang”
“nek aku wes ping telu iki”
"sing sidang dino iki ono 4500 wong" (dalam hati menanggapi: orang dalam atau ngasal aja nih :D )
“eh, ndek ngarep mau ono sing nawari nggantekno sidang. Jare kenek pitung puluh tapi tambah sepuluh ongkos e wong e. total wolong puluh”
“melu dewe ae cek ero kenek piro nang jero. Be-e ae iso dinego”
….dst….
Setelah mengantri dan berada di
ujung depan antrian, ternyata kami perlu menyerahkan kepada petugas kertas berwarna pink
alias kertas tilang dengan menghadiri sidang (kertas biru adalah kertas tilang
tanpa menghadiri sidang tetapi mentransfer dari bank sejumlah uang sesuai denda
pelanggaran. Malah rumornya bisa lebih besar dari denda yang dikenakan lho. Tapi.. lebih baik dibuktikan sendiri ya.. ini perlu soalnya untuk meringankan pelanggar yang berasal dari kota lain untuk tidak menghadiri sidang. Meskipun memang tidak melanggar adalah hal terpuji dalam bermasyarakat, namun perlu diketahui untuk berjaga-jaga tanpa sengaja menjadi pelanggar) untuk dicocokkan datanya berdasarkan data pada laptop petugas. Setelah itu, petugas menunjukkan ruang sidang mana
yang harus di datangi oleh kami para pelanggar. Saat itu saya mendapat ruang sidang
2.
sumber: http://fncounter.com/2011/12/14/kena-tilang-slip-biru-solusinya/ |
Sambil berjalan menuju ruang yang
dimaksud, saya mengamati ruang sidang kosong yang tidak digunakan. Nampaknya gedung
ini bukan tipe bangunan baru. Sejenis dengan bangunan utama ruang kelas sekolah
SMA saya dulu. Memiliki lorong yang saya tidak dapat menentukan panjangnya
karena saya harus berbelok memasuki ruang sidang yang saya perlukan. Baru di
ujung pintu ruang sidang. Tidak perlu diragukan lagi kalau ruangan itu terisi
banyak orang. Berdiri atau duduk tidak menjadi masalah asal telinga masih mampu
mendengar nama sendiri dipanggil petugas. Tapi sebelum dipanggil, para
pelanggar perlu meletakkan surat pink tilang kedalam keranjang kecil untuk
menentukan urutan panggilan. Sambil berdiri, saya melihat beragam wajah. Mulai wajah
tegang, wajah melas, sampai wajah yang siap melucu setiap saat. Tempat duduk
yang tersedia selalu laris terisi karena kami memang tidak sedang latihan
baris-berbaris untuk upacara. Alhasil, setiap ada pelanggar yang dipanggil ke
meja petugas, pelanggar lain yang masih menanti berdiri secara aktif
mendudukkan diri nya sendiri ke bangku kosong.
Setelah beberapa menit
duduk-duduk menanti nama dipanggil, terlontarlah nama ‘Alfath’ dari lisan pak
petugas. Okey… I am coming sir. Eh ternyata di depan masih duduk di bangku
panjang beserta beberapa pelanggar lain. Di depan, terdapat 4 orang petugas
kalau tidak salah ingat. Yang berpakaian seperti jubah hakim itu ada dua orang,
yang saya duga dia lah yang menetapkan besar denda atas pelanggaran yang
dilakukan. Seorang bapak berkaos bertugas memanggil nama pelanggar dengan suara
lantang. Seorang nona berpakaian rapi bertugas memanggil nama pelanggar yang
tidak sesuai dengan ruangan yang telah ditetapkan petugas sebelumnya, agar beralih ke ruang yang ditetapkan. Terakhir,
petugas paling akhir yang saya temui untuk mengambil STNK saya, dan saya harus menukarnya dengan membayar besar denda yang dikenakan atas pelanggaran yang saya lakukan. Setelah
semuanya selesai, saya pun melenggang meninggalkan hiruk pikuk keramaian yang
ada. Alhamdulillah saya tidak pingsan ya.. :D
Sambil berjalan, teringat sebuah
celoteh seorang pelanggar yang berujar “entuk piro ben dino yo,, nek sedino
sing bayar tilang wong akeh ngene?” . Oke, sampai jumpa di cerita yang lain ya... Selamat berkendara dengan aman,
dan tidak melakukan pelanggaran di jalan
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kesan dan pesan nya. Jangan kapok dan sungkan untuk berkunjung kembali :)