Halo, kali ini saya ingin membagi pengalaman dalam menemani kerabat
mencari sekolah. Kalau kita beranggapan bahwa kemampuan akademik berada di urutan
pertama dalam mencari sekolah, itu bukanlah hal yang salah. Bisa dibilang
ini adalah prinsip mendasar untuk menentukan ‘sebaiknya’ seseorang itu
bersekolah ‘dimana’ agar ia dapat menyerap informasi dan terampil sesuai
kemampuan yang ada. Idealnya, bersekolah sebaiknya tidak menjadikan dia merasa
tertekan, frustasi, dan kurang nyaman untuk belajar. Itu idealnya,
realitanya…banyak hal yang perlu diperhatikan juga ketika memilih sekolah seperti
jarak tempuh, kondisi lingkungan sekolah, dana, dan hal yang tidak bisa
disebutkan satu persatu.
Selanjutnya... apakah dalam tulisan kali ini saya akan berbagi
tentang apa saja yang diperlukan seseorang memilih sebuah sekolah? Tidak.
Bahasannya akan terlalu luas dan perlu banyak pihak yang perlu diamati. Saya
hanya menuliskan satu kegiatan yang menurut saya bisa menambah sedikit motivasi
seseorang dengan cara mengunjungi beberapa sekolah lanjutan. Kegiatan ini saya
lakukan ketika adik sepupu saya berada di kelas IX.
Mungkin satu di antara kalian akan bertanya, “Apa sih
gunanya melihat-lihat? Bukannya cukup belajar saja secara maksimal agar bisa
memilih sekolah dimana?”
Tidak semua orang mampu melihat secara abstrak ‘keuntungan’
cerita orang lain tanpa melihat sendiri. Apalagi langsung percaya pendapat
sekolah A jauh, sekolah B jelek, sekolah D lumayan dekat, dsb. Nah, rasa
‘katanya’ tentu tidak akan sekuat bila melihat sendiri. Memang tidak semua
kualitas sekolah dapat dilihat dengan melihat langsung gedungnya saja, perlu
referensi dari alumni dan orang lain untuk menilai kualitasnya. Sayangnya,
masalah jarak tempuh dan bangunan kongkret beberapa sekolahan tentu perlu
diketahui juga oleh siapa saja yang akan memilih tempat belajar.
Misal ada seorang ibu yang berujar kepada anaknya yang masih
SMP, “Kamu harus punya nilai bagus supaya bisa masuk SMA Z. Jangan terlalu
banyak main dan harus belajar terus.” Dari pernyataan itu kemungkinan akan adanya
pertanyaan dari si anak, “Sebagus apa sih SMA Z itu? Gedungnya bagaimana?
Letaknya dimana? Kesananya naik apa? Berapa jam perjalanannya?”, dan
kemungkinan lain yang bisa muncul, “Anak-anak sehebat apa sih yang bersaing untuk
bisa masuk sekolah itu?”
Kita tentu tidak bisa menjawab semua pertanyaan di atas secara langsung. Beberapa pertanyaan perlu ditanyakan kepada pihak lain. Bahkan tidak semua anak akan bertanya dimana ia seharusnya bersekolah, cukup 'manut' saja atas apa yang ditentukan oleh orang tuanya. Akan tetapi, membawa calon siswa ke beberapa sekolah lanjutan bisa membuatnya merasakan pengalaman berkaitan dengan sekolah yang pernah dikunjungi. Misalnya, anak akan ikut menghitung waktu yang diperlukan dari rumah ke sekolah tertentu. Lalu mereka juga bisa diminta untuk mengamati jalanan dan beragam alternatif kendaraan umum yang melintasi sekolah. Kemudian yang paling penting, mereka benar-benar melihat secara kongkret bangunan sekolah-sekolah yang dikunjungi.
Begitu juga yang terjadi beberapa bulan yang lalu. Adik sepupu saya tengah duduk di awal semester tahun ketiganya di suatu SMP. Suatu ketika, saya mengajaknya untuk mengunjungi beberapa SMA di kota Sidoarjo. Memang kami tidak sampai memasuki satu gedung ke gedung yang lain, kami cukup mendatangi depan sekolahan saja sambil memperhitungkan waktu dan mengamati kendaraan umum yang melintas. Kami mendatangi sekolah bertepatan saat jam belajar berlangsung, rasanya akan lebih baik bila mendatanginya saat hari libur. Apalagi kalau mempunyai akses masuk sekolah.
Oiya, sebenarnya... kegiatan ini bisa dilakukan oleh saya saja atau orangtuanya sendiri. Namun karena ingin memberikan pemahaman 'sejauh apa' jarak yang harus calon siswa tempuh bila ingin bersekolah, maka tidak ada cara lain kecuali mengajak anak yang dimaksud.
Oiya, sebenarnya... kegiatan ini bisa dilakukan oleh saya saja atau orangtuanya sendiri. Namun karena ingin memberikan pemahaman 'sejauh apa' jarak yang harus calon siswa tempuh bila ingin bersekolah, maka tidak ada cara lain kecuali mengajak anak yang dimaksud.
Adakah dampak 'tour' pendek ini terhadap motivasi belajar adik saya? Tentu saja ada. Paling tidak... saya melihat dua hal dalam diri adik saya. Yang pertama, semakin dia paham jarak dan waktu yang diperlukan untuk mencapai sekolah-sekolah tertentu, dia lebih termotivasi belajar demi mempersiapkan diri dan bersaing memperebutkan kursi pada sekolah-sekolah 'berjarak' terjangkau. Yang kedua, ia juga bersiap untuk bersekolah di luar area yang kami kunjungi. Ini berkaitan dengan peraturan penerimaan siswa baru SMA Negeri yang membatasi maksimal dua pilihan dari area-area yang telah ditentukan. Bagaimanapun juga, strategi mengukur kemampuan diri dan keterjangkauan sekolah juga perlu dipertimbangkan baik-baik.
Nah, itulah sedikit cerita tentang 'tour' pendek untuk para calon siswa. Mengapa 'tour' pendek? Karena saat itu saya tidak mengajak dia berkeliling ke seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Mumpung sekarang masih liburan, barangkali ada di antara teman-teman yang memiliki adik atau putra yang akan beralih jenjang sekolah...tidak ada salahnya untuk mengajak mereka berjalan-jalan mengunjungi beberapa sekolah lanjutan.
Selamat liburan :)
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kesan dan pesan nya. Jangan kapok dan sungkan untuk berkunjung kembali :)