Kurang lebih 10 tahun yang lalu, beberapa rekan dan
saya tertarik untuk melibatkan teknologi dalam penelitian untuk tugas akhir. Tentu,
keinginan itu terinspirasi dari perkembangan internet yang begitu pesat dan
menjajikan feedback cepat dalam
kegiatan belajar mengajar. Dalam pembelajaran, siswa memerlukan feedback dari guru tentang benar atau
tidaknya suatu pembahasan soal berkaitan dengan konsep tertentu secara cepat. Hal
yang bisa ditawarkan dengan bantuan teknologi 'kekinian'. Misal ketika
mengerjakan sepuluh soal pilihan ganda, siswa dapat mengetahui berapa skor yang
mereka peroleh segera setelah menyelesaikan soal yang ada dari suatu software atau website tertentu.
Hal lain yang bisa ditawarkan teknologi untuk pembelajaran
adalah mudahnya pengulangan. Tidak dapat dipungkiri, tiap siswa memiliki kemampuan
daya serap yang berbeda antara satu dengan yang lain. Ada siswa yang paham
ketika guru menjelaskan materi dalam sekali penjelasan, tapi tidak sedikit
siswa yang memerlukan beberapa kali pengulangan. Dengan teknologi, berupa video
pembelajaran, siswa mampu belajar dengan mengulang-ulang video tentang materi
tertentu sampai mereka paham. Lagi-lagi, teknologi menawarkan kemudahan dalam mengakomodasi kecepatan pemahaman siswa yang
beragam.
Dua paparan sebelumnya hanyalah dua manfaat yang bisa
diambil dari penggunaan teknologi dalam pembelajaran. Sayangnya, ada hal-hal
tak terkendali ketika 'pembelajaran' beredar di “tempat” yang kurang kondusif. Misal
ketika 'belajar mengajar' tidak berbentuk pembelajaran di dalam kelas atau suasana yang mendukung. Contoh mudahnya adalah 'pelajaran' yang beredar di media sosial. Beberapa orang yang mencoba menyebarkan informasi 'bermakna' di media sosial selalu menerima komentar yang beragam. Sayangnya, tidak sedikit admin sekedar memosting tanpa berinteraksi dengan para pengunjungnya. Mulai dari masih adanya pengunjung yang bertanya tapi tidak direspon admin, sampai berdebatan antar pengunjung tanpa ada putusan final dari sang admin.
Tidak bisa dipungkiri, sekarang kita bisa menemukan banyak sekali akun instagram yang menyajikan hal-hal yang bermanfaat. Ada yang menampilkan DIY (Do It by
Yourself), berita terkini, dan bahkan ada yang mengunakan instagram sebagai
sarana dakwah. Khusus untuk akun jenis terakhir, saya selalu was-was membaca komentar yang ada. Adakalanya beberapa orang tidak sependapat, ada yang mengajukan
pertanyaan, ada yang menggugat keaslian sumber, bahkan hal-hal tersebut bisa
memancing perdebatan yang tidak bermanfaat antara satu komentator dengan yang
lain. Disinilah saya menilai bahwa niat baik sang admin tidak selalu direspon
positif oleh beberapa pengunjung. Lalu bagaimana sebaiknya?
Menyampaikan informasi yang ‘dianggap’ baik memang tidak selalu
diterima dengan baik oleh banyak kalangan. Tiap orang punya standar ‘baik’ yang
berbeda satu sama lain. Apalagi kalau konten yang ada digunakan untuk sarana berdakwah.
Bila berdakwah di dalam masjid, di kelas pelajaran agama, di majelis-majelis
pengajian yang dihadiri oleh orang-orang yang ‘berniat’ untuk belajar tentang
materi tertentu... pasti orang-orang yang hadir berupaya mencapai tujuan yang sama: belajar. Sedangkan
berdakwah di media sosial? Wow luar biasa berat tantangannya. Mengingat
sosial media menarik beragam latarbelakang pengguna, siapapun dari
kita perlu sadar bahwa berdakwah di sana memiliki tantangan yang berbeda dibandingkan dengan dakwah secara langsung. Apalagi pada dasarnya, penafsiran antar golongan pun bisa jadi berbeda satu sama lain bukan?
Tidak banyak admin akun dakwah berupaya ‘memelihara’ kedamaian dalam
komentar-komentar sosial medianya. Idealnya, setiap admin mampu merespon setiap komentar yang ada. Kenyataannya, ada admin yang aktif menjawab pertanyaan,
berterimakasih atas komentar manis pengunjung, dan berupaya menanggapi sebaik
mungkin pengunjung yang tidak setuju atau bahkan sekedar ‘mengadu domba’. Namun, -setahu saya - tidak sedikit admin yang enggan menanggapi komentar pada
postingan mereka, seolah-olah mereka hanya sekedar posting dan malas menanggapi
pengunjung. Memang menghindari perdebatan yang tidak penting itu baik, tapi apa
bedanya sosial media dua arah dengan selebaran yang tidak menanggapi para
pembacanya? Terlihat kurang efektif dalam menggunakan media yang ada kan?
Semoga admin-admin sosial media yang ada semakin sadar diri
bagaimana memaksimalkan tujuannya menyebarkan ilmu di dunia maya. Sosial media
hadir ditujukan untuk memudahkan komunikasi dua arah atau lebih. Bila merasa
kesulitan meng-handle beragam komentar yang mungkin datang ‘menyerang’
postingan, manfaatkan pengaturan komentar atau tampilan media sosial sebaik-baiknya. Admin sebaiknya benar-benar mengetahui bagaimana mengendalikan medan sosial media yang dipegangnya. Skill yang perlu dimiliki di era teknologi yang semakin melaju saat ini.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kesan dan pesan nya. Jangan kapok dan sungkan untuk berkunjung kembali :)